Penulis : Kartika Septiani
Negara Indonesia sendiri saat ini sedikit banyak telah memiliki instrumen hukum yang diharapkan mampu untuk menyelesaikan permasalahan dunia siber seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), maupun irisan-irisan hukum siber yang tersebar dalam peraturan perundang-undangan khusus lainnya di Indonesia.
Pada tulisan ini akan fokus membahas terkait prinsip safe harbour dalam dunia siber. Sebelum menjelaskan hal tersebut secara singkat akan dijelaskan mengenai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). PSE merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam aktivitas dunia maya selain Pengguna Sistem Elektronik, Instansi Pengawas, dan lain sebagainya. PSE adalah pihak yang menyediakan, mengelola, mengoperasikan sistem elektronik kepada Penggunanya dalam bentuk situs, portal, ataupun aplikasi dalam jaringan internet.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), PSE terbagi menjadi Publik dan Privat. PSE Publik merujuk pada sistem elektronik yang diselenggarakan oleh negara seperti situs website pemerintah yang berakhiran .go.id maupun aplikasi oleh pemerintah lainnya yang digunakan untuk kepentingan publik seperti aplikasi E-Paspor. Sedangkan PSE privat merujuk pada sistem elektronik oleh pihak swasta seperti situs website yang berakhiran .com ataupun platform seperti whatsapp, telegram, dan lain sebagainya.
PSE sebagaimana dalam UU ITE Pasal 15 memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan sistem elektronik secara andal (memiliki kemampuan sesuai kebutuhan pengguna), aman (terlindungi secara fisik maupun non-fisik), dan memastikan sistem elektronik beroperasi sebagaimana mestinya (memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya) serta bertanggung jawab atas seluruh penyelenggaraan sistem tersebut. Namun, terkait dengan tanggung jawab, terdapat pembatasan tanggung jawab antara PSE dan Pengguna sehingga apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Pengguna maka pelanggaran tersebut tidak menjadi tanggungjawab PSE, inilah yang dimaksud sebagai prinsip safe harbour.
Prinsip safe harbour merupakan bentuk pembatasan tanggung jawab antara PSE dan Pengguna Jasa Elektronik apabila terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Pengguna dengan memanfaatkan media yang disediakan oleh PSE. Pembatasan tanggung jawab ini dapat terlaksana apabila sebelumnya PSE telah terbukti melakukan usaha-usaha preventif untuk mencegah suatu pelanggaran terjadi pada sistem elektronik yang diselenggarakannya.
Sebagai contoh pada kasus promosi minuman beralkohol di Instagram, dalam hukum positif Indonesia minuman beralkohol dilarang untuk diiklankan baik di media massa maupun elektronik sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri 20/M-Dag/Per/4/2014. Jika ditinjau sekilas, pada saat terjadinya kasus penyebaran konten ilegal yang dalam hal ini adalah terkait promosi minuman beralkohol maka secara tidak langsung Instagram dapat turut diduga telah membantu Pengguna dalam menyebarkan konten yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sebab sebagaimana pada UU ITE bahwa PSE bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya, namun jika ditinjau secara lebih seksama merujuk pada syarat dan ketentuan, guideline, serta mekanisme pelanggaran di platform Instagram, maka instagram dapat menggunakan prinsip safe harbour untuk terbebas dari tanggung jawab dan sanksi atas pelanggaran yang terjadi pada sistem elektroniknya.
Hal ini karena Instagram dalam ketentuan penggunanya telah memberitahukan larangan terhadap penyebaran informasi dan dokumen elektronik yang bertentangan dengan hukum, yang apabila pengguna melanggar hal tersebut, maka akan dilakukan penghapusan konten serta pemutusan akses akun sementara (suspend). Instagram juga memiliki fitur “lapor” untuk melaporkan apabila pengguna lain menemukan konten-konten yang tidak sesuai dengan ketentuan Instagram untuk ditindak lanjuti. Kemudian, instagram telah menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kendali atas perbuatan pengguna di Instagram dan tidak bertanggung jawab atas konten yang diunggah oleh pengguna termasuk konten yang melanggar hukum.
Instagram juga tidak bertanggung jawab atas hilangnya keuntungan, pendapatan, informasi, atau data, maupun kerugian yang bersifat konsekuensial, khusus, tidak langsung, ganti rugi, punitif, atau insidental yang timbul dari atau berkaitan dengan ketentuan ini, meskipun Instagram tahu akan kemungkinan adanya kerugian tersebut. Ketentuan ini bersifat take it or leave it Instagram tidak pernah memaksa pengguna internet untuk menggunakan Instagram, sehingga apabila ingin membuat akun Instagram maka Pengguna harus menyetujui segala ketentuan yang ada.
Dengan adanya syarat pengguna yang wajib disepakati serta mekanisme lapor, penghapusan konten, dan suspend ini telah memenuhi unsur-unsur pencegahan maupun penindakan dalam prinsip safe harbour yang menyebabkan instagram dapat lepas dari tanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi pada sistem elektronik miliknya.
Referensi :
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik
Dermawan Indar Jaya, Analisis Yuridis Pengaturan Safe Harbour Terkait Penyelenggaraan Hak Cipta Pada Platform Streaming, Skripsi, 2023.
Syarafina Ramadhanty, Naila Amatullah, Niki Anane Setyadani, Tasya Safiranita RamliDoktrin Safe Harbor: Upaya Perlindungan Hak Cipta Konten Dalam Platform User Generated Content
Rifva Putri Abie Sutarya1 , Enni Soerjati Priowirjanto2 , Tasya Safiranita3 Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Penyelenggara Sistem Elektronik Atas Promosi Minuman Beralkohol Berdasarkan Hukum Positif Indonesia
https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenali-tiga-model-pertanggungjawaban-platform-digital-lt61a4e6ec3a7ce?page=2
0 Comments
Silahkan berikan tanggapan dan masukkan Anda :)