PENULIS : SILVYA LADY ARDA BUTAR-BUTAR (MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LANCANG KUNING)
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan obat terlarang. Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Bahaya narkoba yang pertama adalah menurunkan kesadaran, yang dapat berujung pada hilang ingatan. Hal tersebut dikarenakan narkoba dapat mengakibatkan efek sedatif seperti kebingungan, hilang ingatan, perubahan perilaku, tingkat kesadaran menurun, dan koordinasi tubuh terganggu.
Narkoba ada banyak jenisnya, mulai dari morfin, LSD, heroin, ganja, kokain, dan opium. Masing-masing jenis narkoba ini memiliki efek yang berbeda. Ada yang menyebabkan pusing, sensasi mual, merusak saraf, halusinasi, dan sebagainya.”
Narkoba atau narkotika pada mulanya merupakan obat-obatan tertentu yang dipergunakan untuk kebutuhan medis. Sebab, obat-obatan tersebut sebenarnya dapat memberikan manfaat positif jika digunakan sesuai prosedur. Sayangnya, terdapat beberapa kalangan yang malah menyalahgunakannya.
Perlu diketahui bahwa penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan kecanduan pada pemakainya. Namun, tak hanya kecanduan semata, penyalahgunaan narkoba juga dapat menimbulkan berbagai efek negatif yang berbahaya bagi tubuh.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”)
“mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.”
Mengatur sanksi bagi penyalahgunaan narkoba serta pengedar narkoba didasarkan pada golongan, jenis, ukuran dan jumlah narkotika. Penyalahguna narkoba merupakan orang yang menggunakan narkoba tanpa hak atau melawan hukum.
Dalam kasus Hakim PN Rangkasbitung yg tersandung kasus narkoba, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta Mahkamah Agung (MA) bertindak tegas dengan memecat dua orang hakim Pengadilan Negeri Rangkasbitung yang terlibat kasus penyalahgunaan narkoba.
Arsul berpandangan, pemecatan dua hakim tersebut tidak perlu menunggu proses hukum pidana rampung, karena keduanya telah dinyatakan positif mengonsumsi narkoba.
“Semestinya tidak perlu menunggu proses hukum pidananya selesai terlebih dahulu karena hasil tes urine BNN terhadap keduanya sudah jelas positif. Artinya mereka memang pengguna narkoba,” kata Arsul kepada Kompas.com, Kamis (26/5/2022).
Arsul menegaskan, selama ini hanya ada satu sanksi yang diberikan kepada aparati penegak hukum yang terlibat kasus narkoba, yakni diberhentikan dengan tidak hormat.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini melanjutkan, ketegasan MA dan Komisi Yudisial dalam menindak dua hakim tersebut dapat memberi pesan bahwa standar moral dan perilaku hakim semestinya lebih tinggi dari pejabat-pejabat negara lainnya
Konsekuensinya jika ada hakim yang melanggar kode etik apalagi hukum pidana, maka sanksi-sanksinya harus lebih berat,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) menangkap dua orang hakim PN Rangkasbitung berinisial DA dan YR serta menetapkan keduanya sebagai tersangka karena mengonsumsi narkoba jenis sabu.
Kepala BNNP Banteng Hendri Marpaung mengatakan, dua hakim itu sudah mengonsumsi sabu selama satu tahun terakhir.
“Penggunaannya di banyak tempat, ada di kantor si YR dan DA dan di rumah si YR. Iya (di pengadilan pernah) menurut pengakuan tersangka begitu,” ujar Hendri, Selasa (24/5/2022).
Berdasarkan dari kasus di atas seharusnya jika seseorang sudah positif memakai narkoba, tidak perlu menunggu proses hukum dalam menindak lanjuti kasus tersebut, karna tersangka telah terbukti memakai obat-obatan terlarang.
Saya sebagai mahasiswi fakultas hukum berharap kepada pemerintah untuk lebih tegas dalam menangani kasus narkoba di negara tercinta kita ini, untuk memberikan efek jerah kepada setiap pengguna nya.
0 Comments
Silahkan berikan tanggapan dan masukkan Anda :)